“Jejak Masa Lalu: Refleksi Diri Mahasiswa PMM3 ISI Padangpanjang di Museum Adityawarman dan Pantai Air Manis”

Padangpanjang, 21 Oktober 2023 – Dalam rangka memperdalam pemahaman akan sejarah dan kearifan lokal, mahasiswa Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM3) ISI Padangpanjang melakukan perjalanan berharga ke Museum Adityawarman dan Pantai Air Manis. Kedua destinasi ini tidak hanya menjadi tempat wisata sejarah yang menakjubkan, tetapi juga menjadi cermin bagi diri mahasiswa untuk merenung dan meresapi makna perjalanan peradaban yang telah terukir.

Di Museum Adityawarman, mahasiswa dihadapkan pada warisan budaya dan seni rupa Minangkabau yang kaya. Melihat koleksi-koleksi bersejarah, mereka merenung tentang perjalanan panjang sejarah lokal yang membentuk identitas dan karakter masyarakat setempat. Kegiatan ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan intelektual yang membangun kebanggaan terhadap warisan budaya yang dimiliki.

Selanjutnya, kunjungan ke Pantai Air Manis membawa mahasiswa pada jejak sejarah legendaris. Di pantai yang dihiasi oleh batu-batu karang, mereka merenung tentang kisah Malin Kundang yang menjadi bagian dari mitos dan sejarah daerah ini. Melihat keindahan alam sekaligus merenungkan kisah-kisah lama, mahasiswa terdorong untuk mengeksplorasi makna kehidupan, kebijaksanaan, dan hikmah dari masa lalu.

Refleksi diri mahasiswa tidak hanya terbatas pada pemahaman sejarah, melainkan juga mencakup pertimbangan tentang bagaimana mereka sebagai individu dapat berkontribusi dalam melestarikan dan menghargai warisan budaya ini. Sejarah menjadi guru yang penuh pelajaran, dan melalui refleksi ini, mahasiswa PMM3 ISI Padangpanjang diharapkan dapat tumbuh sebagai individu yang lebih bijak, berwawasan luas, dan bertanggung jawab terhadap warisan budaya yang ada.

Kunjungan ini bukan hanya perjalanan fisik melintasi waktu, tetapi juga perjalanan batin yang merangsang pemikiran dan memperkaya jiwa. Semoga refleksi ini menjadi titik awal bagi mahasiswa untuk terus belajar, berkembang, dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan budaya mereka.

Museum Adityawarman terletak di Padang, Sumatera Barat. Museum Adityawarman merupakan museum budaya untuk melestarikan benda-benda bersejarah, seperti cagar budaya Minangkabau dan cagar budaya nasional. Museum yang berjulukan Taman Mini ala Sumatera Barat karena museum ini merupakan cara singkat untuk melihat budaya Sumatera Barat. Nama Adityawarman yang merupakan nama yang melekat pada nama Museum Adityawarman merupakan salah seorang Raja Martapura pada abad ke 14. Dimana keberadaan kerjaan ini satu zaman dengan Kerajaan Majapahit. Jumlah koleksi Museum Adityawarman sebanyak 6.217 koleksi. Koleksi utama Museum Adityawarman dikelompokkan dalam sepuluh macam jenis koleksi, yaitu terdiri dari biologika, geologika/geografika, etnografika, arkeologika, historika, filologika, numismatika/heraldika, keramologika, seni rupa, dan teknalogika.

Pantai Air Manis atau dalam dialek Minang disebut ‘aia manih’ merupakan sebuah pantai dengan garis pantai yang lebar, kontur yang landai, dan berpasir cokelat keputihan. Pantai ini dikenal dengan ombaknya yang kecil serta memiliki panorama yang indah di sisi utaranya. Di ujung utara pantai ini kita bisa melihat gundukan Gunung Padang dari kejauhan. Di samping itu, terdapat dua pulau kecil yaitu Pulau Pisang Kecil (pisang ketek) dan Pisang Besar (pisang gadang) yang berjarak tak seberapa jauh dari pantai ini.

Selain panorama alam dan ombaknya, pantai ini tidak bisa dilepaskan dari Legenda Malin Kundang. Tak diragukan, legenda si Malin Kundang merupakan salah satu cerita rakyat paling populer dari Sumatera Barat. Bahkan popularitasnya menyebar ke berbagai penjuru Indonesia hingga pernah berkali-kali diangkat ke layar kaca dalam berbagai versi. Cerita penuh hikmah ini pun kerap kali dikisahkan sebagai perumpamaan mengenai pentingnya berbakti kepada orangtua. Legenda ini mengisahkan tentang bagaimana kemurkaan orangtua dapat berujung malapetaka bagi anaknya yang durhaka. Si Malin Kundang yang digambarkan sebagai seorang perantau sukses dikisahkan kembali ke kampungnya setelah bertahun-tahun merantau. Ia kembali dengan membawa istri dan kapalnya yang besar beserta pelayan- pelayannya.

Dikisahkan, sesampainya di kampung halaman Malin enggan mengakui ibu kandungnya yang miskin bahkan mencaci-maki dan mengusirnya. Karena sakit hatinya, sang ibu kemudian melontarkan sebuah kutukan agar Malin berubah menjadi batu. Di sisi selatan pantai ini kita dapat melihat sebongkah batu yang menyerupai orang sedang sujud. Batu ini dipercaya sebagai Malin Kundang dikutuk dan yang telah berubah menjadi batu. Di sekelilingnya kita juga dapat menemukan batu-batu yang menyerupai reruntuhan dinding kapal yang dipercaya masyarakat sebagai bagian dari kapal Malin yang karam. Ada pula gulungan tali tambang serta gentong kayu yang terlihat sangat detail seakan-akan memang seperti tali tambang dan gentong kayu yang bertransformasi menjadi batu. Terlepas dari kebenaran legenda ini, keberadaan batu Malin Kundang menjadi daya tarik utama dari pantai ini. Meskipun dari penampilannya pantai ini masih memerlukan penataan, tetapi hal tersebut tidak menghalangi arus pengunjung yang penasaran dan ingin melihat langsung Batu Malin Kundang tersebut.