Pertunjukan Musik “Rantau Maimbau Dagang Larek” Karya Peneliti ISI Padangpanjang Tampil di Festival Silek Padusi Painan

Padangpanjang, 2 November 2025 — Pertunjukan musik bertajuk “Rantau Maimbau Dagang Larek” yang merupakan hasil penelitian terapan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, akan tampil dalam Festival Silek Padusi di Gelanggang Carocok, Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Minggu (2/11/2025).

Karya ini digarap oleh tim peneliti ISI Padangpanjang yang terdiri dari Yunaidi, S.Sn., M.Sn. (Ketua), Dr. Asril, S.Skar., M.Hum. (Anggota), dan Yandra Yulisman (Anggota).

Ketua peneliti, Yunaidi, S.Sn., M.Sn., menjelaskan pada Jumat (31/10/2025), bahwa komposisi musik ini berangkat dari konsep merantau, yang dipahami sebagai upaya seseorang meninggalkan kampung halaman untuk mencari penghidupan, ilmu, dan pengalaman di tempat lain.

“Para perantau umumnya pergi atas kemauan sendiri, untuk jangka waktu lama atau singkat, biasanya dengan niat kembali pulang. Aktivitas merantau oleh masyarakat Pariaman dan Pesisir Selatan di masa lalu dikenal dengan istilah Larek,” ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, bagi para perantau yang mencari penghidupan melalui aktivitas perdagangan, mereka sering disebut Dagang. Istilah Dagang berasal dari kata dagang yang berarti “pikul” atau “alat pemikul”, merujuk pada pedagang keliling yang menggunakan pikulan sebagai sarana membawa barang dagangannya.

“Pada umumnya, para pedagang keliling ini adalah anak-anak muda, sehingga sering pula disebut anak dagang,” tambah Yunaidi.

Karya musik Rantau Maimbau Dagang Larek ini menghadirkan komposisi kolaboratif yang bersumber dari fenomena sosial budaya rantau, menggunakan idiom-idiom musik tradisi Mop-mop dari Aceh, Rabab Pasisia, serta unsur musik tradisi dan kreasi Minangkabau.

“Kami mengundang masyarakat untuk hadir di Painan dan menikmati pertunjukan hasil penelitian lapangan yang kami lakukan di dua lokasi, yakni Aceh Utara dan Nagari Duku, Pesisir Selatan,” ungkap Yunaidi.

Sementara itu, anggota peneliti Dr. Asril, S.Skar., M.Hum. menambahkan bahwa komposisi musik ini terinspirasi dari kesenian tradisional Aceh Mop-mop, yaitu bentuk teater rakyat yang memadukan kisah kehidupan dan konflik sosial dengan iringan biola.

“Pertunjukan Mop-mop diiringi instrumen biola yang memiliki karakter melodi sedih, gembira, dan lucu. Karakter musikal biola inilah yang menjadi salah satu sumber inspirasi dalam karya ini,” jelas Asril.

Ia menjelaskan, melodi biola Aceh tersebut dikombinasikan dengan karakter dan melodi Rabab Pasisia atau Babiola dari Minangkabau, yang juga memiliki ekspresi musikal yang khas — mulai dari nuansa riang gembira hingga jenaka.

“Kolaborasi antara biola Aceh dan rabab Pasisia menjadi ide utama dari karya ini. Untuk membangun suasana tertentu seperti riang, sedih, konflik, hingga lucu, kami juga menggunakan beberapa instrumen tradisi Minang yang dapat menonjolkan karakter tersebut,” tambahnya.

Menurut Asril, banyak kesamaan nilai antara kehidupan rantau dengan karakter musik biola Aceh dan rabab Pasisia, seperti kedewasaan, adaptasi, kepekaan rasa, dan harmoni yang lahir dari kolaborasi lintas budaya.

“Pendekatan yang digunakan adalah kolaboratif dan akulturatif, menggabungkan musik Mop-mop dan Rabab Pasisia dengan instrumen tradisi Minang lainnya. Format karya disajikan dalam bentuk aransemen yang dinamis dan populer,” tutupnya.