Padangpanjang, 26 Mei 2025 — Suasana penuh khidmat menyelimuti Gedung Auditorium Boestanul Arifin ISI Padangpanjang saat para mahasiswa Program Studi Seni Karawitan mempersembahkan pertunjukan seni tradisional Randai Panglimo Gaga, sebagai penutup dari rangkaian kegiatan kerja sama antara Prodi Seni Karawitan FSP ISI Padangpanjang dan Prodi Sastra Indonesia FIB Unand.
Pertunjukan ini mengangkat naskah karya Zulkifli Sait Dt. Sinaro Nan Kuniang yang mengisahkan tentang Reno Nilam, seorang gadis yang dijodohkan oleh mamaknya, Ciak Menan, kepada seorang terpandang di nagari, Panglimo Gaga, demi melunasi utang keluarga. Sebuah cerita yang memuat konflik sosial, budaya, dan persoalan gender yang masih relevan hingga kini.

Dengan kekuatan ekspresi tubuh, dialog berirama, musik langsung, serta unsur galombang dan silek Minangkabau, mahasiswa ISI Padangpanjang berhasil menghidupkan panggung dengan energi yang menggetarkan sekaligus menyentuh.
Sebagai bentuk refleksi dari pertunjukan, acara ini ditutup dengan diskusi interaktif yang dipandu oleh Susandrajaya, S.Sn., M.Sn. Diskusi tersebut membahas struktur dramatik randai, peran perempuan dalam cerita, serta aktualisasi nilai adat dalam konteks sosial masa kini.
Dalam arahannya, Wakil Rektor III ISI Padangpanjang menyampaikan bahwa pertunjukan ini adalah cerminan keberhasilan integrasi antara seni pertunjukan dan pendidikan karakter.
“Randai bukan hanya tontonan, tapi juga ruang belajar. Ini adalah cara kita menghidupkan kembali cerita lama dengan pemaknaan baru yang kontekstual dan kritis,” tegasnya.
Pertunjukan Randai Panglimo Gaga tidak hanya menjadi penutup kegiatan kerja sama, tetapi juga menjadi simbol dialog budaya antar generasi dan antar kampus. Dari auditorium Boestanul Arifin, seni Minangkabau kembali bicara—mengangkat suara tradisi, kritik sosial, dan kekuatan perempuan di atas panggung.