Mahasiswa ISI Padangpanjang Telusuri Filsafat dan Nilai Arsitektur Tradisional Minangkabau

Padangpanjang, 30 September 2025 — Mahasiswa Program Studi Kriya Seni, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, melaksanakan kegiatan Kuliah Lapangan Arsitektur Tradisional Minangkabau sebagai bagian dari mata kuliah Arsitektur Tradisional Melayu. Kegiatan ini dilaksanakan di beberapa situs budaya dan bersejarah di wilayah Padangpanjang dan Tanah Datar, dengan tujuan memperdalam pemahaman mahasiswa terhadap bentuk, fungsi, dan nilai-nilai filosofis arsitektur tradisional Minangkabau.

Melalui kegiatan ini, mahasiswa diajak menelusuri bagaimana filsafat adat dan kearifan lokal diwujudkan dalam bentuk bangunan, tata ruang, dan ornamen arsitektur, sekaligus menghubungkannya dengan konteks sosial dan budaya masyarakat pendukungnya.

Kegiatan kuliah lapangan yang diikuti oleh 21 mahasiswa ini dibimbing langsung oleh Nofrial, S.Sn., M.Sn. dan Hijratur Rahmi, S.Pd., M.Si. sebagai bagian dari penerapan metode pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning). Mahasiswa tidak hanya mempelajari teori di kelas, tetapi juga melakukan pengamatan langsung terhadap artefak, bangunan, dan situs arsitektur tradisional yang masih terpelihara dengan baik.


Menelusuri Jejak Sejarah dan Filsafat di Situs Arsitektur Minangkabau

Objek pertama yang dikunjungi adalah Masjid Asasi Sigando di Padangpanjang, salah satu masjid tertua di Minangkabau yang dibangun pada tahun 1702 oleh masyarakat dari empat nagari (Gunuang, Paninjauan, Jaho, dan Tambangan). Arsitekturnya menampilkan perpaduan antara struktur kayu tradisional dan bentuk atap bersusun khas masjid kuna di Nusantara. Masjid ini menjadi saksi sejarah proses Islamisasi di Minangkabau serta harmonisasi antara budaya lokal dan nilai-nilai Islam.

Kunjungan berikutnya dilakukan ke Surau Lubuak Bauk di Batipuh, Tanah Datar, sebuah bangunan panggung dengan atap gonjong tiga tingkat yang masih mempertahankan bentuk aslinya. Surau ini memiliki nilai historis penting karena pernah menjadi tempat belajar Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Surau tersebut menjadi pusat pendidikan agama dan pembentukan karakter generasi muda Minangkabau di masa lampau.

Rombongan kemudian melanjutkan kunjungan ke Masjid Islah di Nagari Pariangan, yang dikenal sebagai salah satu masjid bersejarah di Nagari Tuo Pariangan, desa yang dijuluki sebagai desa terindah di dunia. Di lokasi ini, mahasiswa melakukan pengamatan terhadap Rumah Gadang dan Rangkiang, yang merepresentasikan sistem sosial matrilineal masyarakat Minangkabau. Rumah gadang dengan atap gonjong dan tata ruang hierarkis mencerminkan struktur sosial dan nilai adat, sedangkan rangkiang menjadi simbol kemakmuran dan kemandirian ekonomi kaum perempuan.

Masih di Pariangan, mahasiswa juga mengunjungi Balai Saruang, tempat musyawarah adat yang memperlihatkan peranan arsitektur batu (batu kursi) sebagai wadah demokrasi tradisional. Beberapa situs budaya lain juga menjadi fokus pengamatan, seperti Prasasti Pariangan, Batu Lantak Tigo, dan Makam Tantejo Gurhano, tokoh yang dikenal sebagai perancang pertama Rumah Gadang dan Balai Adat beserta motif ukirannya di Minangkabau. Tak ketinggalan, kunjungan dilakukan ke Batik Tuo Pariangan, pusat kriya batik kontemporer yang mengangkat motif dan nilai arsitektur tradisional sebagai sumber inspirasi.

Perjalanan kuliah lapangan diakhiri di Balairungsari Nagari Tabek, Tanah Datar, yang masih difungsikan sebagai balai adat dan pusat kegiatan sosial budaya. Di lokasi ini, mahasiswa melakukan observasi terhadap struktur bangunan, fungsi ruang, dan makna simbolik tiap elemen arsitektur, serta berdialog dengan tokoh adat untuk memahami filosofi ruang dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.


Menemukan Nilai Filosofis dan Ekologis dalam Arsitektur Tradisional

Dari hasil pengamatan, mahasiswa menemukan bahwa arsitektur tradisional Minangkabau bukan sekadar warisan estetika, tetapi mengandung makna filosofis, ekologis, dan spiritual. Setiap bentuk bangunan menunjukkan keselarasan antara manusia, alam, dan Tuhan, sebagaimana falsafah Minangkabau “alam takambang jadi guru.”

Struktur rumah panggung menjadi simbol adaptasi terhadap kondisi geografis dan iklim tropis, sementara ukiran dengan motif seperti pucuak rabuang, itik pulang patang, dan sikambang manih menggambarkan nilai moral, pertumbuhan, dan harmoni sosial.

Menurut dosen pengampu mata kuliah, kegiatan ini merupakan bentuk pembelajaran langsung yang sangat penting bagi mahasiswa.

“Melalui kuliah lapangan, mahasiswa tidak hanya melihat arsitektur sebagai bentuk fisik, tetapi juga memahami nilai sosial, filosofi, dan identitas budaya yang hidup di dalamnya,” ujar Nofrial, S.Sn., M.Sn.


Menguatkan Identitas dan Kepedulian terhadap Warisan Budaya

Kegiatan ini tidak hanya memperkaya wawasan akademik, tetapi juga menumbuhkan kesadaran pentingnya pelestarian warisan budaya sebagai bagian dari identitas bangsa. Melalui dokumentasi dan analisis hasil pengamatan, mahasiswa diharapkan mampu mengintegrasikan nilai-nilai arsitektur tradisional ke dalam praktik seni, desain, dan arsitektur kontemporer.

Kuliah lapangan ini menjadi salah satu wujud nyata komitmen ISI Padangpanjang dalam menjaga, mengembangkan, dan mempromosikan kebudayaan Melayu dan Minangkabau melalui pendekatan ilmiah, kreatif, dan berbasis nilai-nilai lokal.